
Layanan internet satelit Starlink milik perusahaan antariksa SpaceX, yang didirikan oleh miliarder inovatif Elon Musk, kini menghadapi tantangan signifikan di pasar Indonesia. Perusahaan tersebut secara resmi mengumumkan bahwa mereka tidak lagi dapat menerima penambahan jumlah pengguna baru di seluruh wilayah Indonesia. Keputusan ini diambil menyusul klaim SpaceX bahwa kapasitas layanan Starlink saat ini telah sepenuhnya terpakai, mencerminkan lonjakan permintaan yang masif dan adopsi yang cepat sejak pertama kali diluncurkan. Pengumuman ini, yang dikutip dari situs web resmi Starlink pada Minggu, 13 Juli 2025, secara gamblang menyatakan, "Layanan Starlink saat ini tidak tersedia untuk pelanggan baru di wilayah Anda karena kapasitasnya telah habis terjual di seluruh Indonesia."
Kondisi ini menciptakan dilema bagi calon pelanggan yang bersemangat untuk merasakan konektivitas internet berkecepatan tinggi yang dijanjikan oleh teknologi satelit orbit rendah (LEO). Meskipun penghentian penambahan pengguna baru diberlakukan, SpaceX tetap membuka "keran" pemesanan untuk pelanggan di Indonesia yang bersedia masuk dalam daftar tunggu. Namun, aspek yang patut menjadi perhatian serius adalah ketidakpastian mengenai kapan layanan tersebut akan kembali tersedia secara penuh. Starlink secara transparan menyatakan bahwa mereka tidak dapat memberikan perkiraan waktu ketersediaan yang pasti, namun menegaskan bahwa tim mereka sedang bekerja sama secara erat dengan otoritas setempat guna mempercepat kehadiran Starlink di Indonesia sesegera mungkin. Situasi ini menyoroti kompleksitas dalam menyelaraskan antara inovasi teknologi, permintaan pasar yang tinggi, dan regulasi yang berlaku di suatu negara.
Keterbatasan kapasitas ini bukanlah isu tunggal bagi Starlink di Indonesia. Kehadiran penyedia layanan internet berbasis satelit LEO ini di pasar domestik telah melalui perjalanan yang dinamis dan tak luput dari pengawasan ketat berbagai pihak, khususnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Starlink pertama kali resmi memasuki pasar Indonesia pada Juni 2022, menargetkan segmen bisnis melalui kemitraan strategis dengan Telkomsat, anak perusahaan dari raksasa telekomunikasi nasional Telkom. Kolaborasi ini menandai langkah awal Starlink untuk menjadi penyedia backhaul, mendukung konektivitas untuk sektor korporasi dan institusi yang membutuhkan akses internet yang stabil di lokasi-lokasi terpencil atau sulit dijangkau oleh infrastruktur terestrial konvensional.
Ekspansi bisnis Starlink kemudian mencapai puncaknya pada Mei 2024 ketika Elon Musk sendiri hadir di Indonesia untuk meresmikan peluncuran layanan ritel Starlink yang menyasar segmen konsumen umum. Kehadiran langsung Musk dalam acara peresmian tersebut menjadi sorotan utama, menandakan komitmen serius Starlink untuk mendemokratisasi akses internet di seluruh pelosok Indonesia. Layanan ini menjanjikan solusi konektivitas yang revolusioner, terutama bagi daerah-daerah dengan infrastruktur internet yang minim atau tidak ada sama sekali. Kemampuan satelit LEO untuk menyediakan cakupan global dengan latensi rendah menjadi daya tarik utama, menjanjikan pengalaman internet yang jauh lebih baik dibandingkan dengan teknologi satelit geosynchronous sebelumnya.
Namun, pesatnya penetrasi Starlink dan potensi dampaknya terhadap ekosistem telekomunikasi nasional segera menarik perhatian KPPU. Sejak Mei 2024, KPPU telah memulai kajian mendalam terkait masuknya penyedia jasa internet LEO ini dari berbagai aspek. Kajian ini dirancang untuk memberikan gambaran komprehensif mengenai kebijakan pemerintah, persepsi konsumen, kesiapan infrastruktur dan teknologi lokal, serta potensi konsentrasi pasar jasa internet yang dapat ditimbulkan oleh kehadiran pemain global seperti Starlink. Proses kajian ini, yang dijadwalkan berlangsung hingga Oktober 2024, melibatkan serangkaian diskusi terpumpun (Focus Group Discussion/FGD) dengan berbagai pemangku kepentingan kunci. DPR RI, Kementerian dan Lembaga terkait, asosiasi pelaku usaha telekomunikasi, para pelaku usaha itu sendiri, hingga akademisi turut dilibatkan dalam proses ini untuk mendapatkan masukan dan perspektif yang beragam.
Direktur Ekonomi KPPU, Mulyawan Ranamenggala, menjelaskan bahwa selain FGD, kajian tersebut juga dilengkapi dengan survei kepada masyarakat pengguna layanan internet. Pendekatan multi-aspek ini bertujuan untuk mengumpulkan data primer yang komprehensif dan akurat, yang menjadi dasar bagi rekomendasi kebijakan yang akan diajukan. Berdasarkan hasil kajian yang cermat tersebut, KPPU menyampaikan beberapa rekomendasi strategis kepada Presiden Republik Indonesia pada Jumat, 29 November 2024.
Salah satu rekomendasi utama KPPU adalah agar Pemerintah memprioritaskan jangkauan layanan penyediaan internet berbasis satelit LEO di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T). Rekomendasi ini sangat krusial mengingat tantangan geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, di mana penyediaan infrastruktur internet terestrial seringkali tidak ekonomis atau sulit dilakukan. Akses internet di daerah 3T merupakan kunci untuk mengurangi kesenjangan digital, mendorong inklusi ekonomi, pendidikan, dan kesehatan, serta memperkuat persatuan nasional. Starlink, dengan karakteristik cakupan globalnya, memang memiliki potensi besar untuk mengisi kekosongan konektivitas di wilayah-wilayah tersebut.
Lebih lanjut, KPPU juga menyarankan agar penyediaan jasa internet di daerah 3T tersebut mengutamakan kemitraan antara penyedia jasa internet berbasis LEO dengan pelaku jasa telekomunikasi dan pelaku UMKM lokal. Rekomendasi ini bertujuan untuk menyeimbangkan kepentingan nasional, yaitu memastikan akses internet yang merata sekaligus melindungi dan memberdayakan industri telekomunikasi dalam negeri. Kemitraan semacam ini dapat berbentuk kerja sama dalam distribusi, penyediaan layanan nilai tambah, atau bahkan pengembangan infrastruktur bersama. Ini akan memastikan bahwa manfaat teknologi global dapat dinikmati secara luas tanpa mengorbankan keberlanjutan ekosistem bisnis lokal.
Kajian KPPU ini juga mencerminkan kekhawatiran yang lebih luas mengenai potensi praktik monopoli atau dominasi pasar yang dapat timbul dari kehadiran pemain global dengan teknologi disruptif seperti Starlink. Meskipun inovasi sangat dibutuhkan, pemerintah dan regulator memiliki tanggung jawab untuk memastikan persaingan yang sehat, harga yang adil, dan perlindungan konsumen serta pelaku usaha domestik. Kemitraan dengan UMKM, misalnya, dapat menciptakan peluang ekonomi baru dan memperluas jangkauan layanan hingga ke tingkat akar rumput, sementara kerja sama dengan penyedia jasa telekomunikasi yang sudah ada dapat memanfaatkan infrastruktur dan jaringan distribusi lokal yang telah terbangun.
Dengan Starlink yang kini mencapai batas kapasitas di Indonesia, dan KPPU telah mengeluarkan rekomendasi kebijakan yang berorientasi pada inklusi dan persaingan sehat, masa depan layanan internet satelit di Indonesia menjadi semakin menarik untuk disimak. Starlink perlu mencari solusi untuk meningkatkan kapasitasnya, baik melalui peluncuran lebih banyak satelit, pembangunan lebih banyak stasiun bumi, maupun optimalisasi alokasi spektrum. Di sisi lain, pemerintah Indonesia, dengan rekomendasi KPPU sebagai panduan, memiliki kesempatan untuk membentuk kebijakan yang mendorong inovasi sekaligus memastikan pemerataan akses dan persaingan yang adil bagi semua pihak. Tantangan ini bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang bagaimana sebuah negara mengatur lanskap digitalnya demi kemajuan dan kesejahteraan seluruh rakyatnya.
