Starlink Hentikan Penambahan Pelanggan Ritel di Indonesia, Kapasitas Terjual Habis dan Proses Regulasi Berlangsung.

Starlink Hentikan Penambahan Pelanggan Ritel di Indonesia, Kapasitas Terjual Habis dan Proses Regulasi Berlangsung.

Starlink, layanan internet satelit revolusioner milik SpaceX, baru-baru ini mengumumkan penghentian penambahan pelanggan baru untuk wilayah Indonesia, sebuah keputusan yang mengejutkan banyak pihak, terutama para calon pengguna yang menantikan akses internet kecepatan tinggi di daerah terpencil. Pengumuman ini bertepatan dengan satu tahun beroperasinya Starlink menyasar pelanggan ritel di Tanah Air, setelah peluncuran resminya yang diwarnai kehadiran langsung CEO SpaceX, Elon Musk, pada Mei 2024.

Informasi mengenai penghentian ini tidak disebarluaskan melalui pengumuman resmi besar-besaran, melainkan diketahui saat calon pengguna mencoba melakukan pendaftaran pemesanan perangkat dan layanan Starlink melalui situs web resminya. Sebuah pesan notifikasi muncul, dengan jelas menyatakan, "Layanan Starlink saat ini tidak tersedia untuk pelanggan baru di wilayah Anda karena kapasitas yang terjual habis di seluruh Indonesia." Pesan ini sontak menimbulkan pertanyaan besar mengenai strategi ekspansi Starlink di Indonesia dan tantangan regulasi yang mungkin dihadapinya.

Meskipun penghentian penambahan pelanggan baru telah diumumkan, SpaceX tetap membuka keran pemesanan bagi pelanggan Indonesia yang ingin masuk dalam daftar tunggu untuk mendapatkan layanan internet mereka. Namun, hal ini dibarengi dengan ketidakpastian yang signifikan. SpaceX belum mengungkapkan kepastian kapan layanan tersebut akan kembali tersedia untuk pelanggan baru. "Harap dicatat bahwa kami tidak dapat memberikan perkiraan waktu ketersediaan (layanan internet-red), tetapi tim kami sedang bekerja sama dengan otoritas setempat untuk menghadirkan Starlink ke Indonesia sesegera mungkin," demikian pernyataan perusahaan yang dimiliki oleh Elon Musk tersebut, menunjukkan adanya koordinasi erat dengan pihak berwenang di Indonesia.

Menanggapi situasi ini, Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Wayan Toni Supriyanto, memberikan penjelasan mengenai akar permasalahan di balik penghentian sementara ini. Menurut Wayan, saat ini Starlink sedang dalam proses penambahan kapasitas jaringan melalui pita frekuensi E-Band. Pita frekuensi ini sangat krusial untuk komunikasi dari gateway Starlink di darat ke satelit-satelitnya yang mengorbit rendah. "Proses evaluasi dilakukan oleh Komdigi untuk memastikan penggunaan frekuensi E-Band tersebut memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia," ujar Wayan kepada detikINET pada Selasa (15/7), menggarisbawahi pentingnya kepatuhan regulasi dalam setiap operasi teknologi telekomunikasi di Indonesia.

Frekuensi E-Band merujuk pada spektrum di rentang frekuensi radio antara 71-76 GHz dan 81-86 GHz. Rentang frekuensi ini memiliki panjang gelombang yang sangat pendek, sekitar 3,33 mm hingga 5 mm, yang memungkinkannya digunakan untuk aplikasi komunikasi dengan bandwidth tinggi. Karakteristik ini sangat cocok untuk backhaul radio frekuensi tinggi (RF) dan gelombang mikro, menjadikannya pilihan ideal dalam komunikasi satelit berkecepatan tinggi seperti yang diterapkan oleh SpaceX dalam jaringan Starlink. Penggunaan pita frekuensi ini memungkinkan transfer data yang masif dan cepat antara stasiun bumi dan konstelasi satelit, yang esensial untuk menjaga kualitas layanan internet Starlink.

Wayan lebih lanjut menjelaskan bahwa pita frekuensi E-Band tersebut baru akan dapat digunakan setelah Hak Labuh Starlink diperbaharui. Hak Labuh adalah izin yang diberikan oleh pemerintah kepada penyedia layanan telekomunikasi asing untuk mengoperasikan sistem satelit mereka di wilayah Indonesia. Selain pembaharuan Hak Labuh, Starlink juga diwajibkan untuk membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi sebagai tahap akhir proses regulasi. Kewajiban pembayaran PNBP BHP frekuensi ini merupakan bagian integral dari kerangka regulasi telekomunikasi di Indonesia, memastikan bahwa penggunaan spektrum frekuensi radio yang terbatas memberikan kontribusi kepada negara.

Perjalanan Starlink di Indonesia telah melalui beberapa fase. Sebagai informasi, Starlink yang merupakan penyedia layanan internet berbasis satelit orbit rendah (Low Earth Orbit/LEO) pertama kali resmi tersedia untuk pelanggan bisnis di Indonesia pada Juni 2022. Pada fase awal ini, Starlink menggandeng Telkomsat, anak perusahaan dari PT Telkom Indonesia, sebagai mitra backhaul. Kemitraan ini memungkinkan Starlink untuk memanfaatkan infrastruktur darat Telkomsat, mempermudah operasional dan memenuhi persyaratan regulasi awal di Indonesia.

Ekspansi bisnis Starlink kemudian mencapai puncaknya dengan menyasar segmen konsumen ritel pada Mei 2024. Kehadiran Elon Musk sendiri dalam peresmian layanan ritel ini di Denpasar, Bali, menandakan komitmen serius SpaceX terhadap pasar Indonesia. Musk secara simbolis meresmikan layanan tersebut, menyerahkan perangkat Starlink kepada perwakilan puskesmas di Bali, menekankan potensi Starlink dalam menjangkau daerah-daerah terpencil yang selama ini kesulitan akses internet. Antusiasme masyarakat terhadap layanan ini sangat tinggi, mengingat janji kecepatan dan jangkauan yang luas, terutama di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).

Namun, kehadiran Starlink di Indonesia tidak luput dari sorotan tajam Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU telah memulai kajian mendalam mengenai masuknya penyedia jasa internet Low Earth Orbit (LEO) ini dari berbagai aspek. Kajian tersebut mencakup kebijakan Pemerintah, persepsi konsumen, kesiapan infrastruktur atau teknologi, dan konsentrasi pasar jasa internet. Kajian ini mulai dilaksanakan sejak Mei 2024 dan direncanakan rampung pada Oktober 2024. KPPU berupaya memahami secara komprehensif dampak Starlink terhadap ekosistem telekomunikasi nasional.

Untuk mendapatkan data primer yang komprehensif, KPPU melakukan serangkaian diskusi terpumpun (Focus Group Discussion/FGD) dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan DPR RI, Kementerian dan Lembaga terkait, asosiasi industri, pelaku usaha telekomunikasi lokal, serta akademisi. Selain FGD, survei juga dilakukan kepada masyarakat pengguna layanan internet untuk mengumpulkan data dari perspektif konsumen. Pendekatan multi-aspek ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap rekomendasi yang dihasilkan didasarkan pada data dan analisis yang kuat.

Disampaikan oleh Direktur Ekonomi KPPU, Mulyawan Ranamenggala, berdasarkan kajian awal yang telah dilakukan, KPPU menyarankan Presiden RI agar Pemerintah memprioritaskan jangkauan layanan penyediaan internet berbasis satelit LEO, seperti Starlink, di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T). Saran ini mencerminkan visi pemerintah untuk pemerataan akses digital dan mengatasi kesenjangan infrastruktur telekomunikasi di wilayah yang sulit dijangkau oleh jaringan terestrial konvensional. Starlink, dengan kemampuan satelitnya, dinilai memiliki potensi besar untuk mengisi kekosongan ini.

Lebih lanjut, KPPU juga menyarankan agar penyediaan jasa internet di daerah 3T tersebut mengutamakan kemitraan antara penyedia jasa internet berbasis LEO dengan pelaku jasa telekomunikasi dan pelaku UMKM lokal. Saran ini sangat strategis dengan mempertimbangkan kepentingan nasional. Kemitraan ini diharapkan dapat menciptakan sinergi yang menguntungkan semua pihak: penyedia LEO mendapatkan dukungan lokal dan mematuhi regulasi, sementara pelaku telekomunikasi dan UMKM lokal dapat berperan dalam distribusi, instalasi, dan dukungan pelanggan, sehingga memberdayakan ekonomi lokal dan mencegah dominasi pasar oleh pemain asing tunggal. Dengan demikian, kehadiran Starlink tidak hanya membawa teknologi, tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.

Penghentian sementara penambahan pelanggan Starlink di Indonesia ini menjadi pengingat bahwa inovasi teknologi yang disruptive selalu beriringan dengan tantangan regulasi dan adaptasi pasar. Kapasitas yang "terjual habis" mengindikasikan tingginya permintaan, namun juga menyoroti perlunya koordinasi yang lebih erat antara penyedia teknologi global dan otoritas lokal untuk memastikan ekspansi yang teratur dan sesuai dengan kerangka hukum yang berlaku. Masa depan Starlink di Indonesia akan sangat bergantung pada seberapa cepat proses penambahan kapasitas dan pembaharuan izin dapat diselesaikan, serta bagaimana rekomendasi KPPU dapat diimplementasikan untuk menciptakan ekosistem telekomunikasi yang adil dan berdaya saing bagi semua.

Starlink Hentikan Penambahan Pelanggan Ritel di Indonesia, Kapasitas Terjual Habis dan Proses Regulasi Berlangsung.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *