
Kemenangan telak Paris Saint-Germain 4-0 atas Real Madrid di semifinal Piala Dunia Antarklub 2025, yang digelar pada Kamis (10/7) dini hari WIB di New Jersey, bukan sekadar raihan tiga poin atau tiket final biasa. Lebih dari itu, hasil dominan ini menjadi bukti nyata dan paling keras bahwa Les Parisiens telah menemukan identitas baru yang tangguh, bahkan tanpa kehadiran megabintang dan top skor sepanjang masa mereka, Kylian Mbappe. Di bawah arahan dingin namun brilian dari pelatih Luis Enrique, PSG tidak hanya mampu bertahan dari kepergian sang ikon, tetapi justru berkembang menjadi kekuatan yang lebih merata, kolektif, dan mematikan, terutama dalam urusan mencetak gol.
Ketika Kylian Mbappe memutuskan untuk meninggalkan PSG pada musim panas 2024 setelah kontraknya habis, dan santer dikabarkan menuju Real Madrid, banyak pengamat sepak bola memprediksi masa sulit bagi raksasa Paris tersebut. Mbappe bukan hanya sekadar pemain; ia adalah mesin gol utama, pencetak 256 gol yang menjadikannya top skor klub sepanjang masa. Kepergiannya meninggalkan lubang besar yang tampaknya mustahil ditambal, terutama mengingat ketergantungan tim pada kecepatan dan penyelesaian akhir sang penyerang. Media-media Eropa berspekulasi tentang penurunan drastis produktivitas gol dan bahkan potensi gagalnya PSG mempertahankan dominasi domestik, apalagi berbicara di kancah Eropa.
Namun, di tengah gelombang keraguan dan kekhawatiran tersebut, Luis Enrique tetap tenang dan penuh keyakinan. Filosofi kepelatihannya yang mengedepankan kolektivitas, penguasaan bola, dan tekanan tinggi, telah ia terapkan sejak awal kedatangannya. Mengenai kepergian Mbappe, Enrique tidak panik. Justru, ia melihatnya sebagai peluang untuk membentuk tim yang lebih seimbang dan tidak terlalu bergantung pada satu individu. Pernyataannya di awal musim 2024/2025, seperti yang dilansir dari TNT Sports, menjadi semacam manifesto bagi era baru PSG: "Saya lebih baik punya empat pemain yang cetak masing-masing 12 gol dibanding satu pemain yang cetak 40 gol." Kalimat ini bukan hanya sekadar retorika; itu adalah visi yang akan ia wujudkan dalam bentuk nyata di lapangan.
Dan perkataan Enrique terbukti, bahkan melampaui ekspektasi. Musim 2024/2025, yang kini telah memasuki pertengahan 2025 dengan ajang Piala Dunia Antarklub, menjadi saksi bisu transformasi tersebut. PSG bukan hanya menemukan empat pemain yang mencetak dua digit gol, melainkan lima pemain kunci yang berkontribusi signifikan pada total perolehan gol tim. Total gol yang dicapai oleh para pemain ini, yang mencapai 104 gol, adalah bukti nyata keberhasilan strategi Enrique. Ini menunjukkan bahwa kekuatan ofensif PSG tidak lagi terpusat pada satu titik, melainkan tersebar secara merata di berbagai lini, membuat mereka jauh lebih sulit diprediksi dan dihentikan oleh lawan.
Para motor gol baru PSG adalah Ousmane Dembele, Bradley Barcola, Goncalo Ramos, Desire Doue, dan Khvicha Kvaratskhelia. Masing-masing dari mereka membawa karakteristik unik yang memperkaya serangan Les Parisiens:
-
Ousmane Dembele (35 gol): Pemain sayap lincah asal Prancis ini mengalami kebangkitan karier di bawah Enrique. Dembele, yang sebelumnya dikenal lebih sebagai kreator peluang dan pengumpan, kini juga menjadi mesin gol yang produktif. Kecepatan eksplosifnya, kemampuan dribelnya yang memukau, dan kemampuan menembak dari kedua kakinya membuatnya menjadi ancaman konstan. Enrique memberinya kebebasan lebih besar untuk beroperasi di sepertiga akhir lapangan, yang memungkinkan Dembele memaksimalkan potensi ofensifnya dan menjadi salah satu pemain paling efektif di tim.
-
Bradley Barcola (21 gol): Penyerang muda berbakat ini menjadi salah satu kejutan paling menyenangkan. Barcola menunjukkan kematangan di luar usianya, dengan kecepatan, kemampuan penetrasi, dan insting mencetak gol yang tajam. Ia adalah contoh sempurna bagaimana Enrique mampu mengembangkan talenta muda menjadi pemain kunci dalam skema timnya. Kontribusinya yang konsisten di sayap kiri atau sebagai penyerang kedua memberikan dimensi baru bagi serangan PSG.
-
Goncalo Ramos (19 gol): Striker asal Portugal ini mungkin tidak memiliki nama besar seperti Mbappe, tetapi ia adalah penyerang tengah klasik yang efektif. Ramos dikenal dengan kemampuan positioning-nya yang cerdas, penyelesaian akhir yang klinis di dalam kotak penalti, dan kontribusinya dalam membangun serangan. Enrique menggunakannya sebagai titik fokus di lini depan, memungkinkan pemain lain bergerak di sekelilingnya dan menciptakan ruang. Gol-golnya seringkali krusial dan berasal dari situasi yang membutuhkan insting predator.
-
Desire Doue (16 gol): Kehadiran Doue dalam daftar pencetak gol terbanyak PSG adalah indikasi lain dari kedalaman dan bakat yang dimiliki tim. Sebagai gelandang serang atau penyerang kedua, Doue membawa dinamisme, kreativitas, dan kemampuan mencetak gol dari lini kedua. Ia seringkali melakukan pergerakan tanpa bola yang cerdas untuk masuk ke posisi menembak, menunjukkan pemahaman taktis yang baik tentang sistem Enrique.
-
Khvicha Kvaratskhelia (13 gol): Pemain sayap lincah asal Georgia ini adalah tambahan yang memberikan sentuhan artistik dan kejeniusan individual. Dikenal dengan kemampuan dribelnya yang memukau, kecepatan, dan tendangan akurat dari luar kotak penalti, Kvaratskhelia menambah variasi serangan PSG. Ia mampu menciptakan peluang dari situasi sulit dan seringkali menjadi pemecah kebuntuan. Kemampuannya untuk bermain di kedua sisi sayap memberikan Enrique fleksibilitas taktis yang berharga.
Total 104 gol dari kelima pemain ini bukan sekadar angka; ini adalah cerminan dari sistem yang berhasil. Enrique tidak hanya mendorong para pemainnya untuk mencetak gol, tetapi juga menciptakan lingkungan di mana setiap individu merasa memiliki tanggung jawab kolektif. Rotasi pemain yang cerdas, penekanan pada pressing tinggi, dan penguasaan bola yang dominan memastikan bahwa PSG selalu berada dalam posisi menyerang dan menciptakan peluang. Mereka bermain dengan intensitas yang tak henti-hentinya, memaksa lawan untuk terus bertahan dan akhirnya kelelahan.
Kemenangan telak 4-0 atas Real Madrid di semifinal Piala Dunia Antarklub 2025 menjadi puncak dari perjalanan transformatif ini. Pertandingan itu tidak hanya penting karena memperebutkan tiket final turnamen bergengsi, tetapi juga karena nilai simbolisnya. Mengalahkan Real Madrid, klub yang kini menjadi rumah bagi Kylian Mbappe, dengan skor meyakinkan dan tanpa Mbappe di kubu PSG, adalah pernyataan yang sangat kuat. Ini membuktikan bahwa PSG tidak hanya mampu "move on" dari era Mbappe, tetapi juga bisa mencapai level yang lebih tinggi dengan filosofi yang berbeda. Gol-gol yang dicetak dalam pertandingan itu, yang kemungkinan besar berasal dari kontribusi para pemain yang disebutkan di atas, semakin memperkuat narasi kolektivitas ini.
Tahun 2025 memang telah menjadi tahun yang luar biasa bagi Paris Saint-Germain. Mereka berhasil menyapu bersih titel domestik, termasuk Ligue 1 dan Coupe de France, menunjukkan dominasi penuh di kancah Prancis. Puncaknya, mereka berhasil meraih gelar Liga Champions pertama dalam sejarah klub, sebuah pencapaian yang selalu diidam-idamkan namun terasa sulit diraih di era superstar tunggal. Kini, dengan satu langkah lagi untuk menjuarai Piala Dunia Antarklub 2025, PSG telah membuktikan bahwa kepergian Mbappe justru membuka jalan bagi era keemasan yang lebih berkelanjutan.
Luis Enrique telah berhasil membentuk sebuah tim yang tidak lagi bergantung pada keajaiban individu semata, melainkan pada kekuatan sistem, etos kerja, dan kontribusi merata dari setiap pemain. Mereka adalah bukti hidup bahwa sepak bola modern dapat dimenangkan dengan kolektivitas, di mana beban mencetak gol dan tanggung jawab kemenangan dibagi rata di antara para pemain. Slogan "PSG no Mbappe no worry!" bukan lagi sekadar harapan, melainkan kenyataan pahit bagi para peragu dan kenyataan manis bagi para penggemar Les Parisiens. Masa depan PSG tampaknya lebih cerah dari sebelumnya, dengan fondasi yang kuat dan filosofi yang terbukti sukses di panggung terbesar sepak bola.