
Manchester United telah menuntaskan pertandingan pertama dalam jadwal pramusim mereka, menghadapi rival abadi Leeds United dalam sebuah uji coba yang berlangsung di Strawberry Arena, Stockholm, pada Sabtu (19/7/2025) malam WIB. Pertandingan yang menandai debut tidak resmi manajer baru, Ruben Amorim, di bangku cadangan Setan Merah ini berakhir dengan skor imbang kacamata 0-0. Meski hasil akhir mungkin tidak memuaskan dahaga para penggemar yang haus akan gol, laga ini memberikan gambaran awal yang penting bagi Amorim tentang kondisi timnya, sekaligus menggarisbawahi sejumlah area krusial yang memerlukan perhatian serius sebelum musim 2025/2026 resmi bergulir.
Pertandingan di ibu kota Swedia ini digelar di bawah atmosfer yang antusias, meskipun hanya sebatas uji coba pramusim. Strawberry Arena, dengan fasilitas modernnya, menjadi saksi bisu langkah pertama United di bawah kepemimpinan Amorim, pelatih yang didatangkan dengan ekspektasi tinggi menyusul rekam jejaknya yang impresif dalam membangun tim dengan gaya bermain dinamis dan intensitas tinggi. Para pendukung yang hadir tentu ingin melihat filosofi baru ini mulai diterapkan di lapangan, terutama setelah musim sebelumnya yang penuh pasang surut. Namun, seperti yang sering terjadi di awal persiapan, tantangan adaptasi dan pembangunan kembali fisik menjadi prioritas utama.
Sejak peluit kick-off dibunyikan, Manchester United, yang mengenakan seragam kebanggaan mereka, menunjukkan dominasi dalam penguasaan bola. Para pemain berusaha untuk mengalirkan bola dari belakang, mencari celah di lini pertahanan Leeds yang terorganisir. Di paruh pertama, Amorim menurunkan susunan pemain yang menarik, mencampur pemain senior dengan rekrutan anyar yang sangat dinanti. Dua nama yang paling menonjol adalah Matheus Cunha dan Diego Leon, yang masing-masing mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan kualitas mereka di hadapan manajer baru. Cunha, dengan reputasi sebagai gelandang serang yang agresif dan punya visi, beberapa kali mencoba menciptakan peluang dari lini kedua, sementara Leon, yang diproyeksikan sebagai bek sayap modern dengan kemampuan menyerang, aktif bergerak di sisi lapangan. Impresi awal dari kedua pemain baru ini cukup positif, menunjukkan potensi adaptasi yang cepat terhadap tuntutan taktis Amorim.
Namun, di balik dominasi penguasaan bola dan beberapa upaya serangan, Setan Merah juga beberapa kali mendapatkan ancaman serius dari Leeds United. Tim asuhan Daniel Farke itu, meskipun bermain dalam kapasitas uji coba, tetap menunjukkan semangat juang dan kemampuan untuk melancarkan serangan balik cepat yang menguji pertahanan United. Ini menjadi pengingat bagi Amorim bahwa meskipun timnya menguasai bola, efektivitas dan transisi dari menyerang ke bertahan masih memerlukan polesan. Leeds, dengan gaya bermain direct mereka, berhasil mengekspos beberapa celah, terutama ketika United mencoba menerapkan garis pertahanan tinggi.
Pasca pertandingan, Ruben Amorim dengan lugas mengungkapkan evaluasinya. Mantan pelatih Sporting CP itu mengakui bahwa timnya masih "kepayahan" atau kesulitan ketika mencoba menerapkan strategi pressing tinggi, sebuah elemen fundamental dalam filosofi permainannya. "Kami agak kepayahan ketika mencoba melakukan pressing tinggi," kata Amorim, dikutip oleh Manchester Evening News. Ia melanjutkan, "Mereka (Leeds) menendang jauh dengan bola kedua, mereka berbahaya sekali dalam momen itu." Pernyataan ini mengindikasikan bahwa Leeds berhasil mengatasi tekanan awal United dengan bola panjang, menciptakan situasi berbahaya di mana para pemain United belum sepenuhnya siap untuk transisi bertahan. Ini adalah masalah umum di awal pramusim, di mana kebugaran dan koordinasi tim belum mencapai puncaknya. Amorim tentu akan menjadikan ini sebagai fokus utama dalam sesi latihan mendatang, melatih para pemainnya untuk lebih kompak dalam menekan dan lebih sigap dalam mengantisipasi bola kedua.
Selain masalah pressing, Amorim juga menyoroti kurangnya kecepatan, terutama di lini tengah. "Kami kekurangan kecepatan, terutama di lini tengah, dan Anda bisa merasakan betapa sulitnya membawa bola," tambahnya. Lini tengah adalah jantung permainan dalam sistem Amorim, yang menuntut gelandang untuk memiliki mobilitas tinggi, kemampuan transisi yang cepat, dan visi untuk mendistribusikan bola dengan presisi. Kekurangan kecepatan di area ini dapat menghambat aliran serangan dan membuat tim kesulitan untuk memecah pertahanan lawan, sekaligus rentan terhadap serangan balik. Evaluasi ini mungkin akan menjadi pertimbangan penting bagi Amorim dan tim rekrutmen United untuk mencari pemain yang cocok dengan profil tersebut di bursa transfer yang masih terbuka, atau untuk mengembangkan pemain yang sudah ada agar lebih sesuai dengan tuntutan taktisnya.
Meskipun menghadapi tantangan fisik dan taktis, Amorim juga melihat sisi positif dari penampilan timnya. "Tapi kami menciptakan peluang-peluang," ujarnya, memberikan sedikit optimisme. Kemampuan untuk menciptakan peluang, meskipun tanpa konversi gol, menunjukkan bahwa dasar-dasar serangan tim sudah terbentuk. Ini adalah indikator bahwa ide-ide menyerang Amorim mulai meresap, dan dengan peningkatan kebugaran serta pemahaman taktis, peluang-peluang tersebut diharapkan dapat diubah menjadi gol di pertandingan-pertandingan berikutnya. Fokus akan diberikan pada penyelesaian akhir dan keputusan di sepertiga akhir lapangan, area yang seringkali menjadi pembeda dalam sepak bola modern.
Secara spesifik, manajer asal Portugal itu menyoroti kontribusi Matheus Cunha. "Saya rasa Matheus Cunha menunjukkan apa yang kami butuhkan, bahwa dia pemain yang ketika menerima bola di antara dua lini, dia bisa sangat agresif saat mengarah ke lawan," puji Amorim. Pujian ini menggarisbawahi pentingnya Cunha dalam rencana Amorim. Pemain dengan kemampuan menerima bola di ruang sempit antara lini pertahanan dan lini tengah lawan, serta memiliki keberanian untuk langsung menyerang ke depan, adalah aset berharga dalam sistem yang mengutamakan kecepatan transisi dan penetrasi. Cunha diharapkan bisa menjadi kunci untuk memecah kebuntuan dan menciptakan dinamika serangan yang dibutuhkan United.
Amorim juga menekankan bahwa pertandingan ini hanyalah langkah awal dalam perjalanan panjang. "Masih banyak yang harus kami lakukan, tapi ini adalah tes pertama melawan tim Premier League, dengan dua tim berbeda yang turun, jadi ini sebuah tes besar," imbuhnya. Pernyataan ini mencerminkan pandangan realistis Amorim terhadap proses pembangunan tim. Pramusim adalah fase eksperimen, di mana pelatih mencoba berbagai kombinasi pemain dan menguji implementasi taktik. Menghadapi Leeds, tim yang baru saja terdegradasi dari Premier League namun tetap memiliki kualitas dan intensitas khas Inggris, memberikan ujian yang solid bagi United. Pergantian dua susunan pemain yang berbeda di setiap babak juga menunjukkan keinginan Amorim untuk mengevaluasi sebanyak mungkin pemain dalam berbagai skenario, termasuk pemain muda dari akademi dan mereka yang kembali dari masa pinjaman.
Ke depan, Manchester United memiliki jadwal pramusim yang padat, termasuk tur ke berbagai negara yang akan memberikan lebih banyak kesempatan bagi Amorim untuk mengasah timnya. Tujuan utama dari pramusim bukanlah sekadar memenangkan pertandingan, melainkan untuk membangun kebugaran fisik yang optimal, mengintegrasikan pemain baru ke dalam sistem, dan memastikan setiap anggota skuad memahami tuntutan taktis dari manajer. Hasil imbang 0-0 melawan Leeds, dengan segala kekurangannya, justru menjadi pelajaran berharga yang akan digunakan Amorim untuk menyempurnakan strategi dan menyiapkan timnya menghadapi ketatnya kompetisi Premier League musim depan. Para penggemar, meskipun mungkin berharap lebih dari laga perdana, diimbau untuk bersabar dan mendukung proses adaptasi yang sedang berlangsung di bawah kepemimpinan Ruben Amorim, yang diharapkan dapat mengembalikan Manchester United ke puncak kejayaan.
